Minggu, 27 Juli 2008

Mengenal Penyembuhan Holistik

MENGENAL PENYEMBUHAN HOLISTIK


PRANA SUATU BAGIAN
Prana merupakan energi vital kehidupan atau inti tenaga kehidupan alam semesta. Prana dalam bahasa Yunani disebut pneuma, dalam bahasa polinesia disebut mana, dalam bahasa Yahudi disebut ruah, dalam bahasa Cina disebut ki, dalam bahasa modernnya disebut aura, artinya sama – sama, yaitu “napas kehidupan alam semesta”. Inti dari pada itu Manusia dalam kaitannya adalah bagian daripada mahluk semesta yang ikut andil dalam memanipulasi perolehan prana untuk mempertahankan kehidupannya.

Prana merupakan inti dari pada cahaya yang dihasilkan sebuah tenaga (power). Prana bagi kebanyakan orang disebut sebagai cahaya yang tak ternampakan (visible night) atau sering dinamakan bias radiasi. Prana dalam wujud visible night sama halnya dalam sifatnya dengan cahaya yang nampak, yaitu memiliki frekwensi gelombang elektromagnetik yang mengalami pembiasan bila melalui medium. Medium hantar daripada pembiasaan salah satunya adalah sugesti proyeksi seseorang “penyembuh” didalam suatu obyek yang dituju melalui cakra - cakra. Sedangkan sebagian medium di alam semesta adalah bumi, matahari, udara, dan air, dimana sebagai percikan vitalitas prana dalam suatu medium.

TUBUH PRANA (TUBUH KAUSAL –BIOPLASMIK)
Tubuh manusia secara spirit terdiri dari raga, jiwa dan roh. Raga dengan persatuan jiwa dan roh setiap manusia diselubungi oleh selimut tubuh energi bercahaya, yang disebut tubuh prana atau tubuh bioplasmik (tubuh kausal). Dari situlah terletak napas kehidupan manusia. Selimut energi tubuh manusia dikatakan hasil persatuan raga dengan jiwa dan roh, karena jiwa / spirit / pikiran letak penghubung dan menyatukan antara raga dengan roh manusia. Tubuh prana atau tubuh bioplasmik (tubuh kausal) bersemayam di dalam Jiwa manusia sebagai kekuatan hidup manusia. Bila Jiwa manusia tidak terdapat tubuh prana atau tubuh bioplasmik (tubuh kausal) maka Roh akan memisahkan daripada Raganya, karena energi untuk mempersatukan Roh di dalam Raga sudah tidak ada, artinya berhentinya kegiatan napas kehidupan manusia atau mati menjadi jasad.

Tubuh prana atau tubuh bioplasmik (tubuh kausal) memiliki bentuk serupa dengan tubuh raga manusia, memiliki hidung, mata, telinga ataupun tangan dan kaki yang sama. Di dalam istilah jawa disebut kembar kemayan atau saudara kembar, sedangkan di dalam istilah prana disebut tubuh kembar eterik (eterik- berasal dari kata ether, artinya tubuh yang tak terjangkau oleh ruang dan waktu, artinya tubuh yang memiliki sifat tanpa batas). Apabila tubuh prana atau tubuh bioplasmik (tubuh kausal) salah satu bagiannya rusak maka tubuh raga di dalam bagian itu juga rusak, disinilah hukum kepastian daripada penyembuhan prana.

Tubuh prana atau tubuh bioplasmik (tubuh kausal) yang bersemayam di dalam jiwa manusia berfungsi mempersatukan Raga dan Roh, memiliki arti yang tidak sederhana. Jiwa terhubung di dalam Raga. Raga memiliki kelengkapan organ jasmani berjalan sesuai tugasnya.

ATOM DI DALAM TUBUH PRANA
Mahluk hidup yang memiliki kelengkapan tubuh atau raga wadag, pasti memiliki susunan sel – sel yang teratur bentuk dan susunannya. Tumbuh- tumbuhan, hewan memiliki begitu juga manusia. Sel – sel merupakan persyaratan mahluk hidup untuk hidup di dunia wadag. Sel – sel mahluk hidup berwadag mempunyai kerangka kerja memproduksi inti energi yaitu, prana. Sel yang hidup akan memancarkan sinar cahaya dan bergetar. Dari sel – sel mahluk hidup berwadag inilah akan di katakan bahwa inti energi / prana diikat dan di produksi oleh sel – sel tersebut.

Sebagaimana tubuh jasmani merupakan suatu kumpulan zat. Tubuh manusia memiliki kelengkapan organ dengan segala kegiatannya, terdiri dari, dinding sel, protoplasma dan nucleus (inti sel), begitu juga dengan tubuh prana. Di dalam tubuh prana terdapat persenyawaan dengan zat cair, padat dan gas yaitu molekul yang terbentuk dari unsur – unsur atom, disebut plasma. Plasma terdiri dari molekul partikel zat cair, gas dan padat yang telah terionisasi oleh partikel - partikel atom negatif dan positif. Bagian daripada partikel – partikel tersebut adalah elektron, proton dan neutron dengan membawa ion positif dan negatif. Neutron dan proton terletak pada pusatnya. Pusat daripada atom adalah nukleus. Nukleus memiliki tenaga pancaran yang sangat besar, karena muatan negatif dan positif neutron dan proton yang terkandung di dalam nucleus itu sendiri. Ion - ion positif dan negatif disebut proton dan elektron. Elektron bertugas mengelilingi masing - masing nucleus, proton dan neutron secara tidak beraturan, sesuai jarum jam atau melawan jarum jam. Semakin padat ion – ion partikel elektron yang terkandung di dalam nucleus, maka semakin besar pula energi tarik atau tolak yang di dapat.

Daya tarikan antara atom - atom akan membentuk kumpulan atom yang disebut molekul, dan daya tarik antara molekul – molekul tersebut, apabila terkumpul maka akan terbentuk Zat, dimana wujud tubuh prana yang tak terlihat menjadi terlihat oleh kasat mata karena molekul – molekul tersebut sudah membentuk Zat. Ilmu pengetahuan telah menemukan perlengkapan fotografi Kirlian, dengan alat tersebut seseorang dapat mempelajari peristiwa diatas hingga sampai mengambil gambar - gambar dari pada partikel – partikel atom tersebut.

Tersebutnya protoplasma dan inti sel atau nucleus di dalam tubuh jasmani maupun tubuh prana, merupakan proses produksi energi prana di dalam tubuh yang dihasilkan oleh sel sel darah dan diikat olehnya. Secara fisik perolehan energi prana tubuh jasmani didistribusikan oleh pembuluh darah dan disalurkan ke jaringan epitel, jaringan syaraf, jaringan ikat, jaringan otot dan jaringan tulang. Sedangkan tubuh prana secara metafisik didistribusikan oleh aliran ki atau prana lewat cakra – cakra nadi arteri dan vena pembuluh darah. Dalam istilah Yoga disebut nadi mayor maupun minor, sedangkan di dalam Akupuntur dikenal titik aliran energi ki di dalam aliran pembuluh darah.


PENYEMBUHAN HOLISTIK SUATU METODE

Metode Holistik merupakan sistem memanipulasi mekanisme pertahanan atau sistem detoksifikasi dan sistem pemusnah pada tubuh. Inti dari pada mekanisme tersebut adalah pertahanan dalam menciptakan anti bodi di dalam tubuh seseorang dalam menanggulangi virus, bakteri ataupun zat racun. Di dalam metode Holistik mendasarkan vitalitas faktor psykologis sebagai yang utama, jadi harus dituntut rasa percaya dan keyakinan secara total. Atinya disimpulkan bahwa amarah dan rasa cemas yang hebat pada pengalaman seseorang akan menurunkan vitalitas tubuh prana dan berpengaruh pada vitalitas tubuh jasmani. Jika tubuh prana menurun vitalitasnya maka seseorang akan rentan terhadap segala jenis penyakit yang disebabkan oleh apapun, sehingga tubuh jasmani seseorang akan menjadi sakit. Tentunya setiap orang mengalami, sehabis emosi yang begitu hebat yang di pendam maupun tidak seseorang akan merasakan kelelahan. Kelehan yang teralami disebabkan oleh tubuh fisik kehabisan energi prana serta rentan terhadap penyakit.

Sistem manipulasi Holistik ditujukan untuk menumbuhkan daya tahan. Artinya, daya tahan tubuh sangat berkaitan erat dengan unsur psykologis. Psykologis bertalian erat dengan pengertian jiwa sebagai bersemayamnya dasar pikiran dan spirit manusia. Melalui manispulasi spirit atau semangat hidup (vitalitas tinggi), manusia mampu mengendalikan kehidupannya menjadi lebih kuat dan tidak lemah. Perolehan energi prana di dalam tubuh (tubuh prana) semakin tinggi jika sugesti jiwa tumbuh bangkit. Jadi sugesti di dalam jiwa merupakan proses penderita sakit untuk yakin dan percaya untuk mampu sembuh. Percaya merupakan hasil dari proses sugesti dimana sebagai dasar utama penyembuhan holistik. Menurut pengalaman penyembuhan, seseorang yang menderita sakit kronis berat dan sudah tidak mungkin di tolong melalui medis akan menjadi mungkin untuk sembuh (lihat di bab pengalaman kesaksian penderita).

Pengertian manipulasi spirit kearah sugesti jiwa menurut pandangan umum disebut pencerahan jiwa, yaitu jiwa menjadi baru atau dilahirkan kembali. Sugesti jiwa dalam artian pencerahan mempunyai proses yang mampu dinalar oleh logika. Dengan pencerahan jiwa, sel – sel yang masih hidup maupun pasif bertumbuh secara radikal produksinya. Bila sel – sel masih aktif mengolah prana akan mengirimkannya keorgan – organ tubuh yang perlu diganti sel – selnya maupun kurang secara radikal pula. Metode secara ilmiah pengertian manipulasi spirit adalah menolak energi prana kotor yang tersekat dari sel - sel dan syaraf yang sakit, kemudian di gantikannya dengan syaraf eter yang terbentuk dari bahan – bahan atom yang lebih sehat (energi vital), secara radikal maupun bertahap, merangsang arus pertumbuhan sel maupun syaraf ke aktivitas yang sehat. Dari situlah akan ditemukan keajaiban di dalam penyembuhan Holistik.

‘Jika, spirit seseorang penuh vitalitas tinggi, maka seseorang akan sulit terserang penyakit’.

MEKANISME HOLISTIK CARA YANG MUDAH
Sebagaimana yang telah dikatakan sebelumnya, bahwa penyakit paling utama disebabkan oleh faktor psykologis. Bagaimanapun juga dalam penyembuhan Holistik mengakui kondisi kesehatan tubuh seseorang tergantung pada kesejahteraan tubuh jasmani, tubuh prana dan psyikologis. Akan tetapi,holistik mempunyai keyakinan dasar sebagai suatu pertanyaan dalam sub ini, apakah dengan prana dapat menjamin seseorang yang menderita sakit menjadi sembuh? Di dalam dunia penyembuhan pranik mengakui bahwa prana tiak akan berjalan sendirian dalam proses penyembuhan, walaupun sebagai inti dari penyembuhan itu sendiri. Jika penderita mengalami sakit secara jasmani yang disebabkan oleh faktor psykologis, dengan penyembuhan prana akan sangat sulit untuk sembuh.

Jika seseorang mempelajari penyembuhan metode holistik, tidak perlu berusaha secara luar biasa bila “mau” ataupun “niat.” Dengan penuh pengertian, harapan, sugesti serta konsentrasi adalah cukup. Tentunya pengertian tersebut meliputi kepasrahan total dan menciptakan diri (self insaulting) sebagai penyembuh, susah – susah tanpa menutup mata dan terus mengikuti alunan energi “ki” tanpa menyentuh penderita, sekalipun berjarak 3 meter maupun menyeberangi beberapa desa maupun kota seperti antara jarak Yogyakarta ke Jakarta, sekalipun penyakit kronis.

Bukanlah suatu hal yang mustahil untuk dilakukan !. Semua orang bisa ! tanpa dibatasi modalitas keturunan kemampuan spiritual maupun tidak. Sebagai tahapan penyembuh dasar, mengikuti energi dan memanipulasinya dengan gerakan, seperti layaknya seni gerakan silat budaya jawa maupun tai chi budaya china yang tidak perlu menegangkan otot – otot. Bila seseorang sudah menunjukan kemauan ! tingkat konsentrasi tidaklah perlu luar biasa, dan nantikan keajaiban dan mukjizat yang mengikuti arus gerakan tersebut. Tahapan penyembuh dasar sangatlah perlu diperhatikan, jika seseorang menjalani dengan penuh pengertian dan kemauan, menyembuhkan secara massal dan bersamaanpun bukanlah suatu kendala. Jika terdapat 100 penderita, tahapan dasar ini mampu menyembuhkan secara bersamaan dalam waktu kurang dari 10 menit.
Sebagai tahapan penyembuhan lanjutan, tidaklah perlu bergerak ataupun menegangkan otot, dengan sedikit konsentrasi dan di bantu dengan media apapun yang paling dekat seperti, air mineral, korek, batu , daun, dll, ataupun tanpa media apapun dengan hanya sedikit imaginasi.

Jika seseorang menunjukan kemauan sekali lagi apa yang telah diungkapkan diatas, dengan hanya memahami serta mengerti dan mempraktekan apa yang ada dalam buku ini sudahlah cukup untuk melakukan penyembuhan holistik (bagi yang betul – betul berkonsentrasi membacanya- kami ulangi). Di dalam makna buku ini penulis, mengharapkan pandangan yang terbuka dan universal, harapan penulis, pembaca tidak perlu harus meyakini maupun tidak meyakini sekalipun. Penulis hanya memiliki pengharapan silahkan buktikan keabsahan prinsip dan tehnik yang telah dianjurkan dalam buku ini.

Jumat, 04 Juli 2008

Kisah Nyata




Anakku Terbukti Sembuh Dari Tumor Otak

Sebelum bertemu Paguyuban Tri Tunggal, anak saya Etik Purwanti pernah menjalani operasi pengangkatan tumor otak yang dideritanya. Namun bagaimana hasilnya? Sudah dipasang selang, eh… dua minggu kemudian disuruh operasi lagi. Merasa kecewa serta trauma dengan pengobatan medis, akhirnya saya bawa Etik ke Paguyuban Tri Tunggal dan penyakitnya dipindahkan ke seekor kambing.
Saya sangat bersyukur lantaran Mas Jeje, akhirnya Etik sembuh total. Dan kesembuhannya ini telah terbukti selama dua tahun lamanya. Terima kasih Mas Jeje. Dikisahkan oleh Suparno, bapak dari Etik Purwanti. (*)
Etik Purwanti (17)
Gabahan Jombor Bnedosari Sukoharjo

Telp. 085647368213


Dioperasi Tak Mempan, Ditransfer Tumor Hilang

Sudah tentu, keinginan saya menjalani operasi tak lain agar tumor yang tumbuh di dahi segera lenyap. Tapi siapa yang menyangka, yang terjadi justru sebaliknya. Setelah menjalani operasi, tumor justru tumbuh di sampingnya. Kalau harus operasi kembali, jelas saya angkat tangan sebab selain kendala biaya, hasilnya pun juga kurang maksimal.
Berdasarkan informasi dari tetangga, saya datang ke Paguyuban Tri Tunggal dan penyakit pun dipindahkan ke kelinci. Ternyata penyembuhan ini memang manjur. Usai penyakit ditransfer ke kelinci, tumor langsung hilang. Terima kasih saya ucapkan kepada Paguyuban Tri Tunggal, khususnya Mas Jeje. Sukses untuk Paguyuban Tri Tunggal. (*)
Darmo Wiyono (70)
Kuncen Rt 01/23 Tegaltirto Berbah Sleman
Telp. 085292567100 atau 08886808467 (saudara)

Warta Kesembuhan

Kista Lenyap, Kini Hamil 5 Bulan

Selama dua tahun menjalin rumah tangga, saya belum juga dikarunia seorang putra. Akan tetapi, setiap datang bulan, rasanya sakit tak tertahankan. Dan hari itu tiba-tiba saja saya merasakan sesuatu di perut saya. Meski saya belum pernah hamil tapi seperti yang pernah dikatakan orang, gejala yang saya rasakan persis seperti orang hamil. Karena penasaran, saya pun memeriksakannya ke dokter kandungan.
Setelah di USG, betapa terkejutnya saya, karena bukan janin yang ada di dalam kandungan, melainkan penyakit kista. Dokter yang memeriksa menyarankan untuk sesegera mungkin menjalani operasi. Tapi saya takut. Disamping itu jika harus operasi tentulah biayanya mahal dan saya belum siap dengan resiko yang nantinya harus saya tanggungkiri. Dari hari ke hari, benjolan tersebut selain menimbulkan rasa sakit, juga kian membesar. Hasil .
Atas saran dan informasi dari Mbak Ria, saya pergi ke Paguyuban Tri Tunggal dan menjalani transfer penyakit ke kambing. Alhamdulillah penyakit saya sembuh dan telah terbukti secara medis. Kebahagiaan saya sungguh tak terkira, sebab kini saya sedang hamil lima bulan. Kami haturkan banyak terima kasih kepada Paguyuban Tri Tunggal, khususnya Romo Sapto dan Mas Jeje. (*)
Ika Setianingsih (24)
Jl. Brigjen Katamso 248 Yogyakarta
Telp. 08882719227 atau 085868640738 (Maryatun)

Kanker kelenjar getah bening
Tahun 2005, tumbuh benjolan di leher sebelah pemeriksaan dokter, divonis mengidap kanker kelenjar getah bening. Saat itu juga dokter memerintahkan untuk segera operasi. Akan tetapi karena faktor ekonomi dan pertimbangan lain, saya menolak dan berinisiatif datang ke Paguyuban Tri Tunggal.
Di Paguyuban Tri Tunggal saya bertemu dengan Mas Jeje dan sesuai saran beliau, tepatnya tanggal 24/03/05 saya menjalani penyembuhan dengan transfer penyakit ke kambing. Syukurlah, benjolan langsung mengecil dan lambat laun hilang. Saat saya kembali cek ke medis, kanker kelenjar getah bening dinyatakan sembuh total. Terima kasih Romo Sapto dan Mas Jeje. (*)
Nanik Sri Rahayu (23)
Dalem Rt 03/01 Taman Martani Kalasan Sleman
Telp. 081932584142

Selasa, 10 Juni 2008

GREBEG BELO RAOS 15 PURNAMA
Mangayubagya HUT Kota Semarang ke-459

Usia lebih dari empat setengah abad (baca: 459 tahun) pastilah bukan waktu yang pendek. Jika dibuat rata-rata, usia manusia Indonesia atau seseorang di muka bumi ini mencapai 80 tahun, maka paling tidak ada 5-6 generasi pernah hidup dalam kurun waktu tersebut. Jadi bisa dibayangkan betapa panjangannya susunan cerita, susunan monumental, susunan sejarah, dll, yang terjadi dan memungkinkan terjadi mewarnai perjalanan waktu empat setengah abad bahkan lebih itu.

Sebagai salah satu kota tua di negeri ini, Semarang di usia 459 tahun, ke depan, jelas makin menghadapi tantangan yang berat. Di antara yang berat itu, ada salah satu tantangan yang cukup merisaukan, yaitu globalisasi. Padalah, dalam praktiknya, yang namanya globalisasi adalah kaki tangan kapitalisme. Mungkin kita tidak alergi terhadap globalisasi, karena tahu jurus dan kiat menghadapinya. Namun bagi sebagian orang yang meresapi atau menanggapinya dengan membabi-buta, justru akan membuat persoalan baru yang ditingkat akut akan menggerogoti nasionalisme sebuah bangsa.

Kaitannya dengan itu, sebagai warga Semarang, maka Paguyuban Tri Tunggal menggelar ritual budaya “Grebeg Belo Raos” tersebut. Belo Raos berasal bahasa Jawa yang berarti rasa untuk membela bersama-sama. Dalam konteks HUT Kota Semarang ke-459, dengan ritual belo raos tersebut mengharapkan masyarakat Kota Semarang lebih memiliki kesadaran kolektif budaya demi terciptanya identitas dan jatidiri yang kuat agar tak tergerus arus globalisasi yang merisaukan tersebut. Mangajak masyarakat untuk memperkuat kekuatan sosial serta ketahanan mental spiritual agar persatuan dan kesatuan tercipta untuk membangun wilayah Semarang.

Ritual budaya Grebeg Belo Raos itu persisnya digelar Sabtu Kliwon 13 Mei 2006. Ritual yang dipusatkan di Simpang Lima pukul 15.30 WIB itu sebelumnya akan didahului kirab pusaka dan kirab 10 Gunungan Lanang-Wadon dari lima titik yang berbeda. Gunungan tersebut adalah menyimbulkan dunia makro dan mikrokosmis manusia. 10 gunungan tersebut keseluruhan berisi hasil bumi, bumi dimana manusia berpijak dan hidup golek pangan.

Dari masing-masing titik (peta terlampir), ritual yang diikuti oleh ribuan massa dan dikawal ratusan siswa/murid Paguyuban Tri Tunggal dari Bandung, Bali, Sidoarjo, Solo, Malang, Balikpapan, Semarang, dan Jogjakarta dengan mengenakan busana prajurit Jawa lengkap dengan tombak, panah dan pedang, diperkirakan akan menempuh perjalanan 1 Km dari start.

Iring-iringan kirab finish di Simpang Lima disambut Satguru Paguyuban Tri Tunggal Romo Sapto dengan lantunan Kidung Mantrawedho. Setelah kumandang mantra sakral dan gaib itu berakhir kemudian dilanjutkan dengan atraksi tari spiritual masyarakat Dayak yang ikut bergabung dalam ritual budaya tersebut dengan tujuan nggayuh kang ngrekso gaib Semarang dan memohon kesejahteraan, kedamaian untuk masyarakat Kota Semarang serta memohon berkah kesejahteraan bangsa dan negara.

Usai tarian sakral berakhir, atas kehendak masyarakat Semarang, Romo Sapto dengan didampingi Kepala Praja Paguyuban Tri Tunggal Cabang Semarang Dimas Endri Sardjanto, memberkahi 10 gunungan lanang dan wadon yang sebelumnya dikirab 1 Km dari masing-masing titik yang kemudian disatukan di Simpang Lima.

Beriring dengan lantunan kidungan perenungan oleh Romo Sapto yang diiriring kelompok Giring, 10 gunungan lanang dan wadon kemudian bisa ditayuh (dirayah/diperebutkan) bersama-sama oleh segenap masyarakat Semarang yang hadir di Simpang Lima. Sepuluh gunungan berkah dan rayahan itu adalah simbolik sebuah kebersamaan yang harus dijaga, dirawat, dan dipertahankan untuk mewujudkan ketahanan mental spiritual agar persatuan dan kesatuan membangun wilayah Semarang tercapai. Nderek mangubagya dan Selamat HUT ke-459. (*)
Press Release

Disadari, sebuah negara tanpa memiliki kejelasan ideologi sama artinya menjadi negara bayang-bayang. Negara yang bukan senyatanya. Kesadaran seperti ini secara terus menerus akan memberikan rangsangan positif bagi pertumbuhan dan perkembangan spirit dan mental sebuah bangsa.

Nyaris sepuluh tahun lamanya sejak arus besar reformasi bergulir, sejak cita-cita reformasi itu sendiri disadari berjalan di tempat, jutaan rakyat negara ini mulai mengalami kekosongan, kejenuhan, serta hilangnya interaksi kepercayaan atas negara. Dan yang paling dahsyat, adalah hilangnya kepercayaan terhadap dirinya sendiri. Itu artinya, rangsangan positif bagi pertumbuhan dan perkembangan spirit dan mental sebuah bangsa sedang dalam posisi terancam.
Keterancaman ini otomatis membuat rakyat gelisah. Dan kegelisahan itu sudah menampakkan wujud nyatanya. Contoh yang sederhana; begitu gampangnya orang mematikan sesamanya hanya gara-gara utang-piutang, begitu mudahnya perkosaan-pencabulan terjadi, begitu sederhananya sekelompok orang mengharamkan kelompok lainnya, begitu seramnya sebuah ormas menghabisi ormas lainnya yang tak sepaham, begitu naifnya orang memelototi sesamanya hanya karena tersenggol kulitnya, begitu seenaknya kelompok bermodal membabati hutan-hutan hingga banjir dan longsor tiada henti terjadi, dan seterusnya, begitu menggampangnya pabrik-pabrik membuang limbahnya ke sungai-sungai, padahal mereka tahu belaka air sungai itu dibuat mandi, mencuci, bahkan untuk merebus makanan, dan seterusnya.
Tentu ini bukan era kegelisahan. Bukan pula cita-cita reformasi. Namun fenomena-fenomena itu makin ”diresapi” masyarakat. Ini sungguh mengerikan. Sebab itu, saat ini, dan sangat mendesak, kita membutuhkan sebuah pencerahan. Wujudnya adalah rekonsiliasi nasional. Rekonsiliasi tersebut memungkinkan seluruh elemen bangsa yang sedang bersitegang, bersinggungan, terlibat ”pertempuran” untuk bertemu dan duduk satu meja. Berangkulan, berbicara, berembug, lalu memutuskan untuk mengembalikan cita-cita luhur bangsa ini agar menjadi negara kuat, disegani, makmur, bermartabat di tengah percaturan dunia global yang makin menggiriskan.
Rekonsialiasi nasional ini bisa menjadi tonggak negara (baca:pathok negoro) untuk menangkis sekaligus mengikis isu-isu globalisme bikinan negara-negara maju yang adi kuasa. Rel pencerahan itu sudah ada. Founding fathter negeri ini sudah meletakkan dasar-dasarnya, yaitu Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila. Kita hanya perlu membuang karatnya, mengasah kembali bagian-bagian yang tumpul dan yang sengaja ditumpulkan, mencuci dan mengelap kisi-kisinya hingga sempurna agar siap digunakan sesuai fungsi dan filsafatnya. Setelah itu menguncinya dalam sebuah Rekonsiliasi dan Deklarasi Pathok Negoro.
Adalah hal yang abstrak ketika gagasan besar untuk pencerahan jutaan rakyat negeri ini tersebut tanpa dibarengi sebuah gerekan. Terkait dengan itu, Gerakan Moral Rekonsiliasi Pancasila, Paguyuban Tri Tunggal Studi Kajian Teologi Kerakyatan, Pusat Studi Tamansari Dunia dengan Komunitas Masyarakat Adat Abdi Dalem dan 14 elemen kekuatan sosial lainnya






Percayalah, sudah saatnya rekonsialiasi nasional kita genggam. Sedikit menengok kebelakang, hingga nyaris di titik nadir hidupnya, Soeharto – mantan presiden RI kedua, penguasa rezim Orde Baru tigapuluh dua tahun lamanya, jenderal besar bintang lima, sesepuh tertinggi partai berkuasa berlambang pohon beringin di zaman Orde Baru, pelindung puluhan yayasan yang memiliki kekayaan triliunan rupiah, berikut sederet jabatan eksklusif yang disandangnya – meski saat itu sedang kritis kesehatannya, masih mampu membuat ”gempa” polemik kepentingan seluruh elemen bangsa di negeri ini.
Seharusnya, pasca tumbangnya Orde Baru yang digenggamnya lebih dari seperempat abad lamanya, pasca lengsernya Soeharto dari kursi tertinggi eksekutif sebagai presiden, selesai pula tugasnya dalam percaturan politik dan kekuasaan di negeri ini. Namun, kenyataannya kasat mata, tidaklah demikian. Transformasi kekuasaan yang dipaksa bergulir oleh arus besar reformasi membuat dinamisasi kehidupan bernegara berjalan tidak normal.
Ketidaknormalan dinamisasi kehidupan bernegara itulah yang membuat gempa polemik kepentingan menghentak lagi di awal tahun 2008 ini nyaris seperti dentuman meriam, lebih lagi disusul kritisnya kesehatan Pak Harto. Dentuman itu begitu kuat, bahkan lebih kuat ketimbang arus yang digulirkan reformasi yang terkenal dengan tahap puncak pengadilan Soeharto beberapa waktu silam. Jaksa Agung silih berganti, juga diputuskan untuk datang dan pergi. KPK – sebuah lembaga negara dengan perlengkapan dan amunisi perang yang komplit berikut ”kesaktiannya” yang tanpa batas dimunculkan untuk mengatasi ketidaknormalan dinamisasi kehidupan bernegara tersebut, namun kenyataannya kinerja yang ditunjukkan masih jauh panggang dari api.
Siapapun tahu, tugas Soeharto berhenti di tengah jalan. Gelombang reformasi yang menghentikannya. Namun, siapapun tahu juga, semua ini juga menyisakan simpul tak terurai ketika Soeharto mulai dicap paling berdosa atas zaman sebelum reformasi digulirkan. Disinilah tarik menarik-kepentingan menjadi polemik tak berkesudahan yang menghadirkan ketelanjangan yang begitu naif. Kenaifan yang menghabiskan energi kebangsaan yang seharusnya bisa digunakan untuk membangun sebuah peradaban Indonesia baru berdasarkan Pancasila.
Kini Pak Harto sudah tiada. Wafat Minggu Wage (27/1/2008) lalu, di bulan Suro 1941 Jimawal. Tapi bernarkah, ketiadaan itu membuat keadaan negeri jadi lebih baik, atau justru sebaliknya? Ataukah akhir dari sebuah nasib dan takdir yang memutus sekian persoalan, kemudian terpaksa harus dimaklumi secara kolektif?. Tapi itu tidak penting. Tidak perlu dipolemikan. Yang jauh lebih penting dan mulia untuk dilakukan, yaitu membawa persoalan dharma Soeharto beserta jaring guritanya ke ranah rekonsiliasi nasional. Tujuannya adalah menghapus dendam sejarah dan politik serta ketelanjangan naif yang sudah terlanjur diumbar sehingga merontokkan sendi-sendi ke-Bhinneka Tunggal Ika-an yang sekian abad lamanya sudah menjadi patron bernegara.
Dalam konsep kecerdasan lokal atau yang seringkali juga disebut sebagai kerarifan budaya lokal yang mendarah daging dalam sebuah adat istiadat, ada sebuah metode yang nJawani disebut Taliwangsul Dharma Ksyatriya. Gagasan yang tertuang dalam Taliwangsul inilah yang bisa dipakai sebagai acuan rekonsiliasi nasional yang coba dipercikkan oleh beberapa elemen kebangsaan yang terdiri dari Gerakan Moral Rekonsiliasi Pancasila, Paguyuban Tri Tunggal Studi Kajian Teologi Kerakyatan, Pusat Studi Tamansari Dunia dengan Komunitas Masyarakat Adat Abdi Dalem dan 14 elemen kekuatan sosial lainnya.
Dalam konteks wafatnya Soeharto terikat dalam sebuah dharma ksyatriya. Ibarat gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang dan manusia mati meninggalkan kebajikan serta tauladan. Terkait konsep Taliwangsul, adalah wajib mengingatkan para putra-putri jejaring Seharto untuk memenuhi tugas-tugasnya yang belum terpenuhi setelah power kekuasannya mandeg akibat arus besar reformasi. Demi sebuah tuntutan dharma yang disimpulkan dalam tarikan simpul belenggu Taliwangsul. “Tali” sebagai belenggu bangsa ini yang masih mengikat erat dan perlu usaha untuk menarik simpulnya dengan rekonsiliasi. Sekedar untuk mengembalikan tali yang terbelit – mengikat dharma Soeharto beserta jejaring Orde Baru yang masih memiliki eksistensi di negeri ini, meskipun Soeharto sebagai pimpinan telah wafat.
Pertimbangan dasar Dharma Ksyatriya sebagai tuntutan alamiah. Kesadaran belenggu “Taliwangsul” Jejaring Soeharto, segera dijawab dengan sebagai pilar utama memimpin semua jaringan sejawat, relasi, teman, kerabat, bahkan mungkin musuh yang selama ini menyimpan kekayaan negara untuk pribadi dan kelompok agar dikembalikan kepada negara dan rakyat. Konsep Taliwangsul memungkinkan rekonsiliasi nasional diwujudkan tanpa ada yang perlu dipolemikkan kembali, karena dasar pelunasannya.
Sudah menjadi rahasia umum, Kritisnya Soeharto memiliki muatan dendam sejarah dan politik yang sulit terlunasi. Terlalu banyak tabir yang tak bisa disingkap. Harga kebutuhan primer terpengaruhi dan banyak diantaranya telah import. Ketika, eleman-elemen bangsa menuntut kejelasan status Pak Harto, sementara itu pula terjawab oleh kekritisan bangsa. Perjuangan menuntut keadilan ibarat punguk merindukan bulan. Sementara diluar itu, jejaring Orde Baru yang bertahan dengan sigap terhadap segala upaya perjuangan yang menuntut keadilan.
Lantas apa yang terjadi? Energi negeri ini akan terkuras habis untuk mengurusi segala macam tarik-menarik kepentingan yang tak berkesudahan. Padahal, energi negeri ini harusnya bisa dipakai untuk menentukan arah pembangunan nasional untuk menuju kemakmuran jutaan rakyatnya. Sementara energi cadangannya bisa dipakai untuk mengatasi krisis kedelai yang mengakibatnya industri tahu dan tempe kukut. Mengatasi kelangkaan minyak tanah, menghadang beras impor, melahap pencuri ikan diperairan Indonesia, mengentaskan konflik SARA yang menyebar, memberikan solusi terang beban ideologi bangsa dan negara dan menjadikan ikon budaya sebagai perwujudan moral dan wajah bangsa yang bermartabat, dll.
Begitulah! Mengapa kita tidak menghemat dan menyimpan energi? Yang pasti, dari kritisnya kesehatan Soeharto hingga wafatnya cukup pantas untuk dijadikan sebagai medium rekonsiliasi nasional sekaligus menentukan kerangka kebangsaan di bawah Pancasila. Kami memandang rekonsiliasi nasional sudah waktunya digelar. Sebuah kegiatan yang mampu menebus ”dosa turunan” yang disandang oleh bangsa Indonesia. Dosa rezim Orde Baru (Soeharto) ditumbangkan oleh pergerakan reformasi, dosa rezim Orde Lama (Soekarno) yang ditumbangkan oleh gerakan Tritura.
Saat inilah momentum yang tepat, ketika seluruh elemen bangsa sedang terlihat nyata tarik-menarik kepentingan yang justru hanya membuang-buang energi yang tak terkira dahsyatnya. Sebuah negara yang dihantui oleh pertikaian yang terus berlanjut dari generasi ke generasi sudah saatnya dihentikan, agar bisa mulai membangun sendi-sendi perikehidupan yang terkoyak oleh pergerakan zaman. Rekonsiliasi nasional cukup dihadiri para pemimpin nasional dengan menyepakati pijakan penengah bagi kehidupan yang saling menghormati tiap-tiap elemen bangsa tanpa harus ada persinggungan.

Maksud & Tujuan
Rekonsiliasi Nasional menjadi momentum melepaskan belenggu dendam sejarah / politik pada massa kekuasaan Orde Baru.
Mencari solusi atas fenomena paradoksal yang mengambang dan tak menentu dipertegas dalam Tali Wangsul.
Rekonsiliasi Nasional sebagai wadah budaya kesatuan antara politik, militer, ekonomi, geopolitik NKRI, dan Pathok Negoro Pancasila.
Menumbuhkan jati diri dan identitas bangsa melalui kearifan dan kecerdasan lokal yang sejatinya sudah mendarah daging dalam adat istiadat masyarakat di negeri ini
Memberdayakan masyarakat secara luas guna menepis persengketaan SARA dan mefokuskan pada penyelesaian secara moral dalam wadah rekonsiliasi.

Metodelogi
Mengunakan metodelogi sistem belajar dan mengajar bagi masyarakat secara luas dengan pendidikan verbal dengan dasar formal untuk menggiatkan kesadaran berbangsa dan bernegara sesuai tata bahasa dalam kesadaran definisi, arti, dan makna semestinya.

Pendekatan
Pendekatan budaya kearifan dan kecerdasan lokal sebagai sarana publik dalam mengekspresikan kecintaan tanah air atau identitas dan jati diri bangsa sebagai strategi kebudayaan.

Batasan
Tidak mempropagandakan politik aliran (kepentingan untuk kekuasaan) maupun agama beserta keyakinan dan kepercayaan. Namun menegakkan batasan dan orientasi dasar tujuan serta perjalanan negara berdasarkan Pancasila, Preambule UUD’45 dan jiwa Bhinneka Tunggal Ika.

Pendukung kegiatan
Segenap kalangan yang berjiwa Bhinneka Tunggal Ika. Kalangan tersebut terdiri dari 14 Elemen sosial, Segenap Ulama dan pendeta serta pemimpin agama yang tergabung dalam FPUB (Forum Persaudaraan Umat Beriman). Tokoh – tokoh kecerdasan lokal tingkat nasional dan lokal. Tokoh – tokoh kebangsaan tingkat nasional dan lokal. Ormas – ormas, paguyuban, patembayan dan organisasi serta perhimpunan di wilayah nusantara, dll.

Pemrakarsa / penyelenggara
Gerakan Moral Rekonsiliasi Pancasila, Paguyuban Tri Tunggal dan Pusat Studi Taman Sari Dunia beserta elemen Abdi Dalem Tan Keno Wola Wali.

Bentuk Kegiatan
Kirab Rekonsiliasi dengan Tema Tali Wangsul Dharma Ksyatriya & Keadilan
Pesan moral bagi kepemimpinan nasional dengan Musikalisasi Mantra Serat Nitisruti.
Deklarasi untuk Rekonsiliasi Nasional Pathok Negara.

Waktu & Tempat Pelaksanaan
Hari Kamis, 7 Februari 2008, Jam 11.30 – selesai.
(menjelang Tutup Suro 1941 Jimawal)
Sinandi menyongsong abad 21 sebagai abad pencerahan bagi bangsa dan negara Indonesia.

Tata Acara Deklarasi & Rekonsiliasi
11.30 : kumpul & rehat di lapangan kota Barat
12.00 : Sholat Bersama
12.45 : Gunungan dan peserta kirab di berangkatkan.
13.45 : Mengelilingi Taman Sriwedari
14.45 : Kembali di Jl. Slamet Riyadi menuju Balai Kota
16.45 : Sampai Balai Kota diterima Walikota
17.00 : Rekonsiliasi (mediator Prof. Dr. Damarjati Supadjar serta Aryo Salugu) dan penyerahan Keris Pasopati untuk menegaskan tugas Dharma Ksyatriya dan keadilan kepada 50 tokoh ksyatriya.
17.30 : Penyembelihan Kerbau Bule sebagai lambang meluruskan sejarah yang telah termanipulasi oleh retorika dan konspirasi politik masa lalu.
17.40 : Pernyataan bersama di atas prasasti “Rekonsiliasi Nasional” Pathok Negara secara tertulis.
Sholat Mahrib bersama di Balaikota bersama Bapak Susilo Bambang Yudhoyono dan Walikota beserta tamu undangan.
19.15 : Orasi dengan Musikalisasi Serat Nitisruti
Gunungan diperebutkan setelah disepakati dengan doa bersama FPUB (Forum Persaudaraan Umat Beriman) dengan iringan musikalisasi mantra.